(Menjadi) Guru
Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Menjadi guru
Bukanlah persoalan yang mudah
Siap menghadapi
Terpaan apa dalam hadapan (nya)
Menanggung segenggam amanah
Yang kepada (nya) dilimpahkan
Menjadi guru
Harus siap
Menghadapi sederetan murid yang berulah
Paham akan sepersekian anak didik
Menjadi guru
Harus sabar
Sabar untuk mendeklarasikan
Memaparkan huruf demi huruf
Menjadi guru
Harus menjaga
Segala sikap diri
Untuk bisa digugu
(pun) ditiru oleh anak didikan (nya)
Menjadi guru
Tidaklah mudah
Dalam jalan s'lalu berlubang
Tanpa menikmati ke-halus-an setapak aspal
Untuk sang guru
Guru (ku),
Ungkapan rasa ke-terimakasih (ku)
Pada tiap huruf yang diajarkan
ke-terimakasih (ku),
Untuk peluh keringat yang menetes
Tanpa sanggup (ku) usap
Hanya untuk mengajari
Sosok-sosok insan
Haus dirinya akan samudra ilmu
Guru (ku),
Sederetan terima kasih
Kembali (ku) ucapkan
Untukmu dalam pelita
Yogyakarta, 08 November 2017
Rabu, 08 November 2017
Aku Merindukanmu
Aku Merindukanmu
Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Lepas rindu seraya merangkak
Terpejam mata, hati mulai bicara
Aku rindu, rindu padamu
Rindu pada hasrat,
Yang memutar arah mata angin
Menghadap senja berpanorama
Rindu ini tersapu
Tersapu oleh ombak-ombak lautan
Menghempas pasir putih
Tanpa daya,
Duh,
Begitu rapuh
Namun,
Andai kau tahu
Rindu kasih ini
Menuntun kalbu
Merambah lantang dalam balutan putih salju
Rembang, 07 Desember 2015
Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Lepas rindu seraya merangkak
Terpejam mata, hati mulai bicara
Aku rindu, rindu padamu
Rindu pada hasrat,
Yang memutar arah mata angin
Menghadap senja berpanorama
Rindu ini tersapu
Tersapu oleh ombak-ombak lautan
Menghempas pasir putih
Tanpa daya,
Duh,
Begitu rapuh
Namun,
Andai kau tahu
Rindu kasih ini
Menuntun kalbu
Merambah lantang dalam balutan putih salju
Rembang, 07 Desember 2015
Label:
Poem
Rasa (ku)
Rasa (ku)
Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Rasa yang s'lalu berulah
Menuntunku pada lingkaran jejak kehidupan
Jejak yang menjadi tombak dari serpihan ingatan masa lalu
Ya, masa lalu
Juang tak lagi bertombak
Tombak melawan arus
Memaksakan diri untuk berevolusi
Mengganti berarti namun tak ayal merekonstruksi
Rasa (ku) yang kini ada
Mencoba meng-ada-kanku untuk berada
Mencuat niat bergelut
Dengan retorika akal
Tanpa mengindahkannya
Dengan rentetan ujung pena
Sesukanya ... bagiku,
Siput tak pernah diam untuk berlari kencang
Terlebih bila menggali lubang
Terlalu manis,
Namun bukan menafikannya
Aku (pun) sambut cahaya
Tanpa harus berhenti
Mencari celah untuk bergantung di keter-pukau-annya
Yogyakarta, 21 Oktober 2015
Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Rasa yang s'lalu berulah
Menuntunku pada lingkaran jejak kehidupan
Jejak yang menjadi tombak dari serpihan ingatan masa lalu
Ya, masa lalu
Juang tak lagi bertombak
Tombak melawan arus
Memaksakan diri untuk berevolusi
Mengganti berarti namun tak ayal merekonstruksi
Rasa (ku) yang kini ada
Mencoba meng-ada-kanku untuk berada
Mencuat niat bergelut
Dengan retorika akal
Tanpa mengindahkannya
Dengan rentetan ujung pena
Sesukanya ... bagiku,
Siput tak pernah diam untuk berlari kencang
Terlebih bila menggali lubang
Terlalu manis,
Namun bukan menafikannya
Aku (pun) sambut cahaya
Tanpa harus berhenti
Mencari celah untuk bergantung di keter-pukau-annya
Yogyakarta, 21 Oktober 2015
Label:
Poem
Senin, 09 Oktober 2017
Celah
Celah
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Sekilas bayang melayang
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Sekilas bayang melayang
Melewati celah-celah sempit
Mencoba menerobos pada satu titik
Perlahan,
Celah t’lah pudar
Hanya ada secercah sinar,
Terang dalam canda
Kilau dalam tawa
Terjan, 20 Oktober 2013
21.15 WIB
Label:
Poem
Untaian Kata Pengantin
Untaian Kata Pengantin
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Sekian lama tlah kau tempuh
perjalanan panjangmu,
Tak terasa kini kau dihadapkan pada
kehidupan yang baru
Kehidupan dimana kau dituntut untuk
bertanggungjawab
Bukan hanya pada dirimu sendiri,
namun pada orang lain
Kehidupan dimana tulang rusukmu
kembali
Menjalaninya,
Bukan lagi merengek manja dihadapan
sang orang tua
Bukan lagi seperti bermain layaknya
gobak sodhor pada masa kecil
Bukan lagi mengisi lembar jawaban
atas soal ujian yang diberikan
Bukan lagi menjalani keseharian yang
hanya memikirkan diri sendiri
Kehidupan ini,
Mengajarkanmu bagaimana menjalani
kehidupan yang sebenarnya
Seolah semesta pun ikut berbisik
“inilah kehidupan yang sebenarnya”
Kehidupan dengan sesuatu yang serba
baru di dalamnya
Kini kau tak lagi sendiri
Sang bidadari suci nan anggun tlah
berdiri disampingmu
Bersiap merengkuh dan menjadi
sandaran saat kau rapuh
Jagalah bidadari itu
Layaknya kau menjaga diri sendiri
Hiasilah mahligai rumah tanggamu
Akan atap sakinah, penyangga
wawaddah, dan perabot warrahmah
Hingga berbuah benih sholih sholihah
“Berkeluarga
bukan hanya memilih pasangan yang sholih sholihah, melainkan juga menjadikan
sebuah rumah tangga yang sholih sholihah pula”
با رك الله لك و با رك عليك و جمع بينكما في خير
Label:
Poem
Kekuatan Hati
Kekuatan Hati
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Mengayuh langkah awal
Mencoba mengukir tiap klise-klise kehidupan
Mengais cita penuh harap
Menyerap jutaan memori
Menata jiwa batin
Dari hati, bukan nafsu diri
Tuk tuntun menuju jalan Ilahi…
Sadar,
Tak mudah menyeberangi lautan luas
Dayung dan sampan temani diri
Dengan kekuatan dan keyakinan
Akan genggaman angan hati
Yang tak akan terlepas
Meski badai mendekat,
Menerjang
Bahkan,
Tekad hati,
Masih tetap setinggi bintang,
Yang terang dalam langit malam
20 April 2014
21.30 WIB
Label:
Poem
Simponi Kehidupan
Simponi Kehidupan
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Tumbuh rumput menyungging senyum
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Tumbuh rumput menyungging senyum
Memandangi sang mentari
Seolah berteriak
“aku butuh kamu”
Lalu
Ia mulai jauh dari peraduan
Rumput itu tlah bergoyang
Dan angin mulai berbisik ramah
Pada pepohonan yang termangu
Langit datar
Jalan pun masih berbatu
Air tak lagi jernih
Saat ini
Sebuah simponi kehidupan termainkan
Label:
Poem
Masa Lalu
Masa Lalu
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Mata tak kuasa menatap langit
Karya : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'
Mata tak kuasa menatap langit
Trauma akan aurora hitam yang kelam
Tangan hanya mampu mendekap tubuh
Mengharap kehangatan
Yang sempat pecah karenamu
Keram mencekam kaki
Tak mampu melangkah lebih jauh
Hanya tanah sempit
Yang ku duduki ini
Yang menyaksikanku menangis
Mengharapkanmu
Label:
Poem
Sabtu, 02 September 2017
Aku Mulai Berlari (Lagi)
Aku
Mulai Berlari (Lagi)
Karya : ‘Azzah Nurin Taufiqotuzzahro’
Aku mulai
berlari
Menatap
langit
menapaki
jalanan berliku
Ah,
iya aku berlari
Langkahku
berhenti
Burung
berterbangan hinggap
Berkicau
bak paduan suara yang merdu
Aku
terpaku,
Menatap
para burung
Sungguh
tak tergapai
Namun
begitu lantang
buatku
terpukau
duh,
begitu senada
aku
mulai berlari (lagi)
namun
jalan ini tak memihak
seolah
magnet bumi menarikku
menoleh
arahlah daku
fikiran
terkecoh
“burung
tak beranjak,
Masih
tetap merdu dan senada”
Aku
terhenyak
Mengabaikan
suara lantang para pembelah cakrawala
Tundukkanku
terlampaui
Wajahku
berpaling
Dan
aku mulai berlari (lagi)
Jalanku
tak sejurus
Kakiku
terseok-seok
Jatuh
terduduk (lah) pada tanah berkerikil
“kerikil
itu tajam,
Layaknya
sang burung berkicau”
Tuduhku
pada langit
aku
mulai berlari (lagi)
bukan
pada jalan buntu
atau
pada jalan berbatu
kini,
aku
melangkah maju
pada
setapak jalan
mengenyahkan
sang pembelah cakrawala
bukan
lagi tertunduk sendu
ataupun
menapaki jalan kerikil berbatu
aku
tak lagi mendengar
seruan
para burung berkicau
aku
tak lagi menoleh
lalu
aku mulai berlari (lagi)
Label:
Poem
Dirindu atau Merindu
Dirindu atau Merindu
Karya : ‘Azzah Nurin Taufiqotuzzahro’
Dirindu atau merindu
Dirindu,
Puncak tahta daripada merindu
Dirindukan,
Ulu hati merindu, sesak olehnya
Kerinduan yang dengan sombongnya
Memperbudak organ untuk tunduk
Konyol namun bermakna
Bahaya jadi kesukaan
Sakit (pun) jadi kenikmatan
Dirindu, merindu
Dua hal yang dibutuhkan
Olehnya, olehku
Rindu takkan sirna
Namun makin erat adanya
Dirindu atau merindu
Jikalau hati bertutur
Ingin pun rasa keduanya
Hinggap dalam titik terdalam
Namun, apalah daya
Aku harus memilih
Dirindu atau merindu
Dirindu,
Rasa haru bahagia menghampiri
Meski ntah dijatuhkan pada dan oleh siapa
Sapaan lembut, buatku terpesona
Betapa rindu itu nyata
Setidaknya untukku,
Hati pun segan menampiknya
Lalu,
Lidah ini kelu
Hanya tuk ucapkan “kembali rindu”
Dirindu atau merindu
Merindu,
Lebih kupulih itu
Akankah?
Lebih baik merindukan?
Ataukah dirindukan?
Bagaimana jika itu denganmu?
Merindu dengan lenggangnya
Aku pun dibuat riang karenanya
Meski separuh hati
Tak merasakan yang kurindu
Celah itu nyata adanya
Biarkan (lah) hatiku
Terjerat pada kerinduan yang terisolasi
Olehku, sendiri
Dirindu atau merindu
Dua parodi pada garis lurus
Ntah beriringan, sejajar pada koordinat 0o
Namun terkadang berlawanan sejauh 180o
Tapi,
Bayangan keduanya
Ada untuk selaras
Sama namun beda,
Beda namun sama,
Tanpa ada yang terbuang
Di salah satu sisinya
Krapyak, 26 agustud 2017
Label:
Poem
Langganan:
Postingan (Atom)