Minggu, 27 Oktober 2019

“Ngalap Berkah” Pengarang Buku


“Ngalap Berkah” Pengarang Buku

Oleh : ‘Azzah Nurin Taufiqotuzzahro’

Suatu ketika saya pernah terlibat obrolan dengan teman sekelas yang membeli buku non-original (bajakan). Ketika ditanyakan alasan membeli buku tersebut, lebih mengarah pada harga yang hemat di kantong dan kebutuhan isi, bukan fisik. Saya sendiri penyuka buku dan sebisa mungkin lebih memilih untuk membeli yang asli. Selain memiliki kepuasan tersendiri dengan adanya buku original, alasan saya cukup sederhana, yakni ingin ‘ngalap berkah’ dan mendapatkan ridho penulis. Buku ditulis oleh seorang yang memiliki kapasitas ilmu yang lebih, sehingga tugas sebagai penikmat buku membeli buku tersebut untuk menyerap ilmu darinya. Ketika buku tersebut dicetak ulang tanpa sepengetahuan penulis, bisa jadi penulis tidak ridho sehingga dikhawatirkan ilmu yang diserap tidak bermanfaat. Di sisi lain, terdapat beberapa buku yang tidak cetak ulang kembali. Sehingga ketika buku tersebut diperlukan, alangkah baiknya untuk kembali mencetak dengan persetujuan penulis. Perlu diingat bahwa orang Indonesia, terlebih Jawa memiliki unggah ungguh dalam segala hal. Begitu pun dengan perihal kepemilikan.
Pembajakan buku merupakan suatu kejahatan yang berlindung di balik sisi ‘positif’ berupa perluasan buku sebagai wawasan ilmu pengetahuan. Pembajakan buku dilakukan oleh mereka yang menggandakan buku guna diperjualbelikan kembali untuk meraup keuntungan pribadi. Mereka memanfaatkan lingkungan pelajar yang notabene-nya ‘kantong pas-pas an’, sehingga berinisiatif menyediakan buku yang jauh lebih murah ketimbang buku aslinya. Beruntungnya para konsumen ini tetap membeli buku tersebut. Kesalahan tersebut ada pada orang yang mengcopy buku dan memperjualbelikan kembali. Konsumen hanya sebagai pihak pendukung yang tanpa mereka sadari telah membantu ‘mencederai’ industri perbukuan legal.
Berbicara mengenai pembajakan buku, suatu hak yang sudah termasuk dalam persoalan krusial hingga saat ini, terlebih di Indonesia. Hal ini sering diabaikan dan terkesan ‘bodo amat’ terhadap pelanggaran tersebut meski sudah diperingatkan oleh pihak penerbit. Pelanggaran ini terbilang permisif karena pelanggaran ini semakin marak tanpa adanya tindakan yang tegas dan lebih lanjut. Seperti yang terjadi beberapa bulan terakhir dengan diberitakannya bazaar di suatu daerah yang memperjual belikan buku cetakan Mizan. Akan tetapi, pihak penerbit menyangkal bahwa mereka bekerjasama dengan pihak bazaar tersebut. Kejadian ini menandakan adanya ‘kriminalisasi’ dalam penyebaran buku bajakan yang belum pernah usai. Hal ini jelas sekali sangat merugikan penulis, penerbit, bahkan pembeli sekalipun. Hal serupa juga dilakukan oleh beberapa pihak dengan memanfaatkan media sosial melalui aplikasi jual beli (seperti shopee, buka lapak dan lain-lain) tanpa mengindahkan buku tersebut asli maupun bajakan. Biasanya buku-buku tersebut dapat ditemukan di sentra penjualan buku pada kota-kota besar, seprti Yogyakarta, Malang, Jakarta, Surabaya. Fenomena ini menjadi momok serius dalam industri perbukuan. Secara tidak langsung, pembajakan buku ini telah ‘mengolok’ industri perbukuna legal.
Dalam industri perbukuan, penerbitan sebuah buku harus melewati berbagai tahap yang pastinya melibatkan banyak pihak, seperti penulis, editor, tata naskah. Secara implisit, pembajakan buku tidak hanya mencuri hak kekayaan intelektual penulis namun juga berbagai pihak yang berkaitan dengan buku tersebut. Setidaknya harus ada tindakan tegas bagi pelanggar hak cipta dan hak intelektual dalam dunia perbukuan. Namun pada kenyataannya, meski telah dicantumkan Undang-Undang hak cipta dalam terbitan buku tersebut, seolah hanya menjadi ‘angin lalu’ bagi para pembajak buku tanpa mengindahkan peringatan tersebut.
Mahalnya buku yang dicetak menjadi salah satu faktor konsumen untuk lebih memilih buku bajakan. Oleh karena itu, para penulis dan penerbit biasanya mengadakan PO (Pre-Order) dengan mematok harga lebih rendah dari harga cetaknya nanti. Hal ini bisa menjadi salah satu alternatif adanya pembajakan buku dan pemasaran buku non-original. Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi terhadap konsumen mengenai pemberhentian dan menghindari membeli buku bajakan. Secara logika, konsumen yang membeli buku original, akan menyurutkan para produsen buku bajakan karena tidak laku. Efeknya dapat berupa ketiadaan buku bajakan di pasaran, meski tidak 100 % berhasil. Namun hal ini dapat menjadi alternatif lain dalam memberantas buku bajakan. Sebagai konsumen, sudah selayaknya untuk menghargai jerih payah penulis dalam menyalurkan wawasan keilmuan. Oleh karena itu, mulai dari diri sendiri untuk mengatakan ‘tidak’ pada buku bajakan.

Minggu, 29 September 2019

5 Detik


5 DETIK
Oleh : ‘Azzah Nurin Taufiqotuzzahro’



Pada 5 detik
Ku bercerita dengan senja
Katanya, rindumu memabukkan
Meski hanya bayang yang terekam fikiran
Sadar ku bercengkrama
Berdialog mesra tanpa jeda
Kembali, tanpa reda

Pada 5 detik
Aku mengadu manja
Bahwa tiap aksara yang terjejer
Mengisahkan potongan titik kehidupan yang terpatri
Menikmati,
Menerawang angan-angan
Lalu menyisakan sudut bibir yang berkembang
Aku bahagia, itu saja

Pada 5 detik
Aku terdampar
Di sela temaram purnama malam
Memandang sepasang insan
Bersitatap dengan keterdiaman tanpa kata
Hanya siluet senyuman pada sosok bermanik mata coklat
Dan ketertegunan
Hingga pada akhirnya ku terseret
Untuk tidak bisa tidak mengindahkan
Keduanya tersenyum, bahagia
Lalu aku hilang
Malang nian

Pada 5 detik
Yang lalu bukan lah ilusi
Mendambamu bukan lagi menjadi hobi
Ia tlah mencanduku dengan paksa
Meramu rindu, tersipu
Dan lemah diriku
Mengabaikan untuk tak peduli

Pada 5 detik
Semakin ragu merayu
Saat mata masih tersorot
Pada lintasan kornea yang tertangkap sendu
Biarpun kata mereka
Sekelumit kisah itu tlah tergradasi waktu
Tiba-tiba saja datang
Berputar layaknya roll film yang bisa kucegah
Lalu, terisolasi begitu saja
Menyisakan keheningan
Ironi sekali, bukan?

Pada 5 detik
Aku terlempar di dunia nyata
Mendesah pilu tak terelakkan
Menunduk tuk kembali menerka
Haruskah bagaimana lagi?
Tawaku, kurengkuh seketika
Bersama canda dengan iringan bahagia
Seperti anak kecil dengan lolipop kesukaannya
Lalu ku berlari pada rumput ilalang
Bersamanya, bergoyang dengan riang
Namun sekejap sirna
Terenggut,
Terhempaskan layak angin yang menerbangkan
Bak drama sedang ditertawakan kehidupan

Pada 5 detik
Biarkan berjalan begitu saja
Tanpa riuh redam yang menggebu
Hanya untuk bersua tanpa ragu
Biarkan rembulan menyisakan rindu
Tentunya, pada rasa yang dirasa kalbu

Pada 5 detik
Aku kembali mengeja
Memungut rindu, tercecer berkeping lalu
Mematut diri pada cermin
Haruskah dengan isyarat ku berbicara?
Atau harus menunggu untuk sekedar bersua?
Lalu,
Dengan riangnya ku berucap,
Merindumu bukan lagi hal yang tabu
Namun lebih dari itu,
Aku bersyukur
Karena rindu ini hanya tertuju padamu”

Krapyak, 17 Juli 2019




NB: karya ini ditulis dalam rangka mengikuti event ikut lomba puisi nasional II oleh ikutlomba.com. karya ini didedikasikan untuk mereka yang merasa terkekang rindu. luapkan rindumu!!!

Sabtu, 17 November 2018

Rinai Rindu

Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'


Hujan kembali mengguyurku
Dingin menyeruak sampai pada ulu hati
Tapi kamu tahu?
Itu sama sekali tidak menyepuhkan setitik rindu
Yang ntah sejak kapan dan sampai kapan tertuju padamu


Ya,
Rindu itu tak sebanding dengan rasa malam ini
Segenggam rinduku tak tertakhlukkan
Hanya karena dingin hujan yang mengguyur
Aku hanya ingin bercerita
Mengurai tanya untuk sekedar mendera rasa yang ada


Kak, tahukah apa yang bisa menakhlukkannya?
Tanpa perlu kutoleh,
Tanpa perlu berkata,
Tatapanmu seolah mengatakan 'Apa sayang?'
Aku tersenyum
Tanpa ragu kubisikkan,
'Bertemu dan memelukku dalam dekap rindu
yang menghujam kejam tanpa mengenal waktu'


Krapyak, 14 Nov 2018


NB : Sekelumit rangkaian kata tersebut saya dedikasikan untuk mereka yang ingin menyuarakan isi hatinya dikala gerbang LDR menyapa, terkhusus kesayangan saya NBH. You know me so well that I love you so much dear :-*

Jumat, 09 November 2018

Merindu Senja

oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'


Semua tentang senja
Senja yang menghadirkan gelap pada malam
Senja yang menyapa dalam keheningan
Senja yang menyusupkan ketenangan dengan sendirinya
Senja yang berceloteh riang
Senja yang menyempurnakan siang untuk menjadi malam
Senja yang mengjarkan di setiap terbit akan ada pula terbenam
Senja yang mengisi alam dalam kekosongan

Semua tentang senja
Senja (ku) terbenam
Ia bergantikan malam
Bukan untuk meninggalkan
Hanya saja,
Hilang dan akan kembali datang
Pada senja (ku), kurebahkan sandaran
Pada senja (ku), kutolehkan pandangan
Karena ada senja lain yang menanti
Untuk datang di permulaan malam



Cepu, 18 Juli 2018

Tentang Malam

oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'

Seringkali kedipan mata milik arti
Di balik rindangnya pohon
Kesejukan melanda kala ia datang
Malam (ku) teresepsi oleh rasa
Yang terbendung hingga hampir menderita

Bukan ocehan cerita kejora
Semua ini hanya tentang malam
Dalam kegelapannya,
Tangis hujan bukan lagi berarti
Ratapan isak tangis yang terjerat
Mengundang ria bergejolak

Tentang malam
Yang menjadikan rasa untuk berbicara 'rela'
Ungkapan pada diamnya ikhlas
Mengintai manja untuk setiap tutur kata

Lagi-lagi tentang malam
Bukan lagi rasaku teralihkan
Hanya saja, sendu yang kurasakan



Krapyak, 22 Maret 2018

Kamis, 18 Oktober 2018

Rindu (ku) Bersemayam

Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'

Pagi Rindu!!!
Aku hanya ingin menyapa
Setidaknya tak harus memksakan diri untuk bertemu,
Sekedar menempatkan ruang yang semakin penuh
Aku hanya menatapmu,
Bersama semilir angin fajar yang tertawa lepas menerpa wajahku

Kau tahu (Rindu)!!!
Jika saja angin itu berirama laju
Dahan semakin kuat menopang nada sembilu
Merasa harus teta bertahan
Meski ia tahu sampai kapan akan seperti itu

Rindu!!!
Ah aku terlalu berbasa-basi
Merelakanmu bersama sendu awan yang tak brgelora
Merajuk (mu) untuk peka
Bahwa langit seperti enggan untuk menoleh

Ah Rindu!!!
Ingatlah,
Serpihan debu yang ikut terbang
Untuk menuntunku
Pada puzzle-puzzle yang kau tinggalkan begitu saja


Krapyak, 16 Oktober 2018

Kamis, 24 Mei 2018

Cara menjadi Pengajar (Guru) yang Baik


Oleh : 'Azzah Nurin Taufiqotuzzahro'

"Kesuksesan seorang Guru diukur dari bagaimana ia mampu mendidik muridnya dengan baik"


Guru merupakan seorang yang mengajarkan ilmu yang telah ia terima kepada muridnya. Seorang guru selalu menjadi panutan oleh muridnya. Bagaimana tingkah laku muridnya, hal itulah menjadi cerminan seperti apa gurunya. Lalu bagaimana cara menjadi guru yang baik? Kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalat al-Qur’an membahas hal tersebut dalam bab اداب معلم القرأن و متعلمه (Adab Belajar al-Qur’an dan Mengajarkannya) dengan uraian sebagai berikut:
1.      Tawadu’
Seorang guru harus memiliki sifat lemah lembut dan tawadu’ dalam mengajar. Setiap manusia pasti melalui yang namanya masa belajar, baik itu di sekolah maupun pondok pesantren. Setelah mereka menuntut ilmu dan kembali ke daerah masing-masing, diharapkan dapat mengajarkannya kembali ilmu yang telah didapatkan. Meski begitu, mereka harus memiliki sikap dalam menyalurkan ilmu. Sikap tawadu’, lemah lembut, dan tidak sombong menjadi bekal untuk menyalurkan ilmu yang didapatkan. Bersikap sombong tidak dibenarkan dalam agama Islam, terlebih kepada sang murid. Mengapa demikian? Karena kedudukan murid adalah seorang anak yang lebih diutamakan daripada kesibukan duniawi.
2.      Mendidik etika dengan cara bertahap
Seorang siswa harus dididik secara bertahap dalam hal etika. Etika tidak hanya sebuah teori saja, namun harus disertai dengan praktiknya juga. Teori tanpa praktik sama saja dengan pincang, sedangkan praktik tanpa teori sama dengan hancur. Keduanya harus dilakukan bersama. Adapun pengaplikasian teori tentang etika, diharapkan dapat diterapkan sejak dini. Mengapa?? Hal tersebut agar menjadi kebiasaan yng baik bagi anak. Dari sini, etika menjadi inheren dalam dirinya. Jadi, apabila ketika ia sudah terbiasa beretika dan suatu ketika sikapnya salah, maka ia akan langsung tersadar dan membenahinya.
3.      Mengajarkan untuk mengolah jiwa dengan baik
Sang pengajar tidak hanya mengajarkan bagaimana beretika dengan baik, tapi juga mengajarkan bagaimana mengolah jiwa dengan baik. Jiwa perlu dilatih untuk memanajemen diri dalam mengontrol segala sesuatu. Semisal contoh bagaimana seorang anak bisa mengontrol emosinya dengan baik. Di saat ia marah, maka ia akan meredam emosinya dan tidak mejadi marah lagi. Hal ini sangat diperlukan, bukan hanya bagi seorang anak/ murid tapi berlaku pula bagi pengajar.
4.      Mengajarkan untuk bersifat jujur dan ikhlas
Seorang pengajar selalu menjadi panutan muridnya. Sebagai seorang pengajar hendaklah bersifat jujur, ikhlas, berniat dengan benar dan merasa selalu diawasi oleh Allah setiap waktu. Hal tersebut hendaklah pula diajarkan kepada sang murid. Ketika poin-poin tersebut telah diterapkan dalam diri pelajar, maka Allah akan memberikan anugrah kepadanya berupa cahaya-cahaya ma’rifat. Cahaya ma’rifat ini akan bersunber dalam hati. Cahaya ma’rifat ini memudahkan pelajar dalam mencari ilmu. Semisal contoh para ulama yang menulis kitab dalam waktu singkat. Secara logika tidak memungkinkan untuk menulis kitab dengan beribu lembar dalam beberapa waktu kecuali memang Allah memberikan cahaya ma’rifat ke dalam hatinya sehingga ia mendapatkan hikmah untuk menulis karyanya yang banyak.
Uraian di atas menjelaskan bagaimana menjadi pengajar yang baik. Setelah menjadi pengajar yang baik, lalu bagaimana prinsip daripada orang yang berilmu?
  • Seorang yang berilmu, hukumnya fardu kifayah dalam mengajarkan kembali ilmu yang telah didapatkannya. Namun hukum kewajiban tersebut menjadi gugur ketika sudah ada orang lain yang bisa mengajarkan ilmu tersebut. Semisal contoh dalam masyarakat tertentu belun ada yang mengajarkan ilmu agama di dalam kampungnya, maka orang A yang berilmu tersebut wajib hukumnya mengajari masyarakat di kampung tersebut. Berbeda apabila dalam kampung tersebut sudah ada orang B yang mengajarkan ilmu, maka kewajiban orang A menjadi gugur/ sunah.
  • Ketika kewajiban mengajar menjadi sunah, maka jadilah pengajar yang tidak pelit dalam berbagi ilmu. Apabila ada seorang yang meminta untuk diajarkan sebuah ilmu, maka ajari dia dengan baik karena kesuksesan seoarang pengajar diukur dari bagaimana dia mampu mendidik muridnya dengan baik.
  • Seorang pengajar juga harus memerintahkan murid untuk menjaga hafalan yang telah dihafalkan agar tidak hilang begitu saja
  • Apabila pengajar memiliki banyak murid, hendaknya ia mendahulukan murid yang datang lebih awal. Pengajar boleh saja mendahulukan murid yang datang dipertengahan maupun di akhir dengan syarat murid yang pertama kali datang mengijinkan murid yang datang selanjutnya untuk lebih dulu belajar kepada guru tersebut.
  • Seorang pengajar berseri-seri wajahnya dalam mengajar. Segala permasalahan di luar ranah kelas, maka harus dihilangkan terlebih dahulu.
  • Seorang pengajar harus pula perhatian dengan sang murid. Dalam arti ketika sang murid tidak masuk sekolah, maka tanyakan alasannya kepada temannya. Selain itu juga pengajar bisa pula menanyakan bagaimana kabar sang murid. Hal ini dapat menjadi suatu suntikan semangat dalam menerima pelajaran.
  • Ketika seorang pengjar menemukan seorang murid yang belajar dengan niat yang salah, maka pengajar hanya menuruti saja kemauan sang murid. Mengapa demikian?? Banyak asumsi bahwa setelah proses pelajaran berlangsung lambat laun murid tersebut akan mengerti bahwa belajar itu bukan karena apa-apa melainkan karena Allah semata.
  • Niat belajar itu sebenarnya untuk menghilangkan kebodohan dalam diri. Orang belajar itu untuk memperbaiki diri, perspektif hati, dan belajar berakidah yang benar. Tujuan daripada menuntut ilmu bukanlah menjadi ijasah melainkan menjadikan diri lebih baik, mengabdikan diri kepada sesama dan patuh kepada Allah.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin


 Sumber : Kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalat al-Qur’an hal. 28-29